Minggu, 18 Oktober 2009

Asal Usul Bahasa

BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangBahasa adalah aspek penting interaksi manusia dengan bahasa(baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan sesuatu komunikasi dan kontrak sosial. Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan sebagai refleksi rasa pikiran dan tingkah laku. Adakalanya seorang yang pandai dan penuh dengan ide – ide cemerlang harus terhenti hanya karena dia tidak bisa menyampaikan idenya dalam bahasa yang baik. Oleh karena itu seluruh ide usulan dan semua hasil karya pikiran tidak akan diketahui dan dievaluasi orang lain bila tidak dituangkannya dalam bahasa yang baik. Sumarsono dan Partana mengatakan bahwa bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa. Bahasa bisa dianggap sebagai “cermin zamannya” artinya bahwa bahasa di dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat.1.2 Batasan MateriUntuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan., berhubung pengetahuan penulis tentang asal usul dan arti bahasa masih sangat minim. Oleh karena itu, penulis memberikan batasan materi, yaitu : asal usul bahasa atau yang disebut glottogony, arti bahasa dalam alat komunikasi, fungsi bahasa dalam garis besar, macam – macam dan jenis – jenis ragam/keragaman bahasa dan manfaat tambahan dalam berbahasa.

BAB IIJUDUL MATERI
2.1 Asal BahasaAsal usul bahasa atau yang disebut glottogony adalah topic yang memunculkan beberapa spekulasi dari beberapa ahli adalah penggunaan bahasa yang membedakan kita para manusia (homo spiens) dari makhluk lainnya. Tidak seperti menulis, berbicara tidaklahmeninggalkan jejak. Tetapi ahli bahasa atau linguis mempunyai suatu konsep untuk menguraikan asal usul bahasa. Satu atau lebih system lisan(berbicara) muncul dari non-bahasa (bahasa tubuh, signal atau yang biasa di pakai tuna rungu). Ahli yang lain mengatakan dari tingkatan evolusi manusia, 6000 tahun yang lalu Simpanse dan manusia berpisah dari moyang yang sama. Sejak itu kehidupan manusia yang munkin memberi petunjuk bagaimana bahasa itu diciptakan.Pada waktu terakhir ini makin dirasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Kenyataan yang dihadapi dewasa ini adalah bahwa, selain ahli – ahli bahasa, semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam dirinya dalam bidang teori dan peraktek bahasa. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa.Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi – generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia: peristiwa – peristiwa, binatang – binatang, tumbuh – tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang – orang lain sebagai bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat – istiadat, kebudayaan serta latarbelakangnya masing – masing.

2.2 Arti bahasa
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola – pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya.Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa adalah produk dari budaya yang arti dan penggunaannya telah secara jelas disepakati bersama. Itulah sebabnya bahasa tiap daerah berbeda – beda karena manusianya punya kesepakatan dalam penulisan, arti serta pengucapan yang berbeda.Bahasa juga dapat didefenisikan sebagai penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa bahasa memiliki berbagai defenisi. Defenisi bahasa adalah :1. Satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.2. Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain.3. Satu kesatuan system makna.4. Satu kode yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.5. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: perkataan, kalimat, dan lain – lain).6. Satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan[ ] Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik, atau pakar bahasa. Menetapkan perbedaan utama antara bahasa manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986) membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir serupa dengan bahasa Belanda dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah dikenali sebagai bahasa lain, khususnya Jerman.Unsur dasar bahasa- FonemYaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya bahasa Jepang tidak mengenal fonem /la/ sehingga perkataan yang menggunakan fonem /la/ diganti dengan fonem /ra/.- MorfemYaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.- SintaksYaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.- SemantikMempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.- DiskursMengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita atau literatur.Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi pengertian bahasa sebagai: bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

2.3 Fungsi Bahasa
Bila kita meninjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa sejak awal hingga sekarang, maka fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu sendiri. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis besarnya dapat berupa :1. Untuk menyatakan ekspresi diri2. Sebagai alat komunikasi3. Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.4. Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.5. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.6. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.7. Alat untuk mengidentifikasi diri.

2.4 Jenis – jenis keragaman bahasa
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau dialek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa Benyamin S, dan sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan bahasa orang – orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahas lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimic, intonasi, dan gerakkan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata – kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.

2.5 Manfaat Bahasa
Bila tujuan utama tercapai, yaitu sudah memperoleh kemahiran berbahasa, maka secara implisit kita memperoleh pula beberapa macam kesanggupan lain. Kesanggupan – kesanggupan tersebut yang akan muncul dengan sendirinya pada tahap seorang betul – betul mahir berbahasa ialah :a. Kita lebih mengenal diri kita sendiri: kita bisa mengetahui sampai di mana kesanggupan untuk mempengaruhi orang lain, betapa hidupnya imaginasi kita, berapa jauh dapat kita harapkan hasil dari pemikiran atau buah pikiran kita.b. Kita lebih dalam memahami orang lain: Komunikasi tidak bisa berjalan searah, harus terjadi secara timbal balik. Biasanya dalam keadaan biasa kita mudah mengetahui kekurangan orang – orang lain, bagaimana bahasanya, bagaimana keteraturan isi pikirannya dan sebagainya.c. Belajar mengamati dunia sekitar kita dengan lebih cermat: Dalam kehidupan sehari – hari kita lebih banyak bertindak sebagai penonton dengan tidak memikirkan lebih mendalam mengenai segala sesuatu yang berada di sekitar kita.d. Kita mengembangakan suatu proses berpikir yang jelas dan teratur: Setiap orang selalu beranggapan bahwa apa yang diucapkannya sudah sangat jelas. Sebab itu ia sering heran mengapa orang – orang lain tidak dapat memahami apa yang diucapkannya.

BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebab itu pemakai bahasa tidak saja harus memiliki kemahiran sebagai yang dimaksud, tetapi juga harus memiliki moral yang tinggi, sehingga dapat menjadi batu timbangan dalam mengadakan kontrol sosial terhadap anggota – anggota masyarakat, terutama bila pembicara itu menduduki suatu tempat yang penting dalam masyarakat atau memegang tampuk pimpinan suatu masyarakat.

3.2 Saran
Penulis mengharapkan pembaca dan pendengar untuk tidak merusak bahasa karena bahasa memiliki tujuan dan manfaat untuk menyampaikan informasi untuk dapat berkomunikasi dari seseorang ke orang lain.

Sastra Indonesia


Sastra adalah karya seni dengan menggunakan tutur bahasa dengan susunan kata yang menarik sehingga menggugah rasa keindahan, rasa kemanusiaan dan budi pekerti. Secara metode penyampaian maka Sastra Indonesia terbagi atas 2 bagian besar yaitu : 1. Sastra Lisan 2. Sastra Tulisan Secara urutan waktu maka Sastra Indonesia terbagi atas beberapa Angkatan : Pujangga Lama Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad 20. Pada masa ini karya satra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat Karya Sastra Pujangga Lama Sejarah Melayu Hikayat Abdullah - Hikayat Andaken Penurat - Hikayat Bayan Budiman - Hikayat Djahidin - Hikayat Hang Tuah - Hikayat Kadirun - Hikayat Kalila dan Damina - Hikayat Masydulhak - Hikayat Pandja Tanderan - Hikayat Putri Djohar Manikam - Hikayat Tjendera Hasan - - Tsahibul Hikayat Syair Bidasari - Syair Ken Tambuhan - Syair Raja Mambang Jauhari - Syair Raja Siak dan berbagai Sejarah, Hikayat, dan Syair lainnya Sastra "Melayu Lama" Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah sumatera lainnya", Cina dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Karya Sastra "Melayu Lama" Robinson Crusoe (terjemahan) Lawan-lawan Merah Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan) Graaf de Monte Cristo (terjemahan) Kapten Flamberger (terjemahan) Rocambole (terjemahan) Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo) Bunga Rampai oleh A.F van Dewall Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo) Cerita Nyi Paina Cerita Nyai Sarikem Cerita Nyonya Kong Hong Nio Nona Leonie Warna Sari Melayu oleh Kat S.J Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan Cerita Rossina Nyai Isah oleh F. Wiggers Drama Raden Bei Surioretno Syair Java Bank Dirampok Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen Tambahsia Busono oleh R.M.Tirtiadisuryo Nyai Permana Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo) dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya Angkatan Balai Pustaka Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 - 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura. Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka Azab dan Sengsara Seorang Gadis oleh Merari Siregar Binasa oleh Gadis Priangan Cinta dan Hawa Nafsu Siti Nurbaya oleh Marah Rusli La Hami Anak dan Kemenakan Apa Dayaku Karena Aku Seorang Perempuan oleh Nur Sutan Iskandar Karena Mertua Hulubalang Raja Katak Hendak Menjadi Lembu Salah Asuhan oleh Abdul Muis Pertemuan Jodoh Surapati Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati Tak Disangka Tak Membalas Guna Memutuskan Pertalian Menebus Dosa oleh Aman Datuk Madjoindo Si Cebol Rindukan Bulan Sampaikan Salamku Kepadanya Kasih Tak Terlarai oleh Suman Hasibuan Mencahari Pencuri Anak Perawan Percobaan Setia Darah Muda oleh Adinegoro Asmara Jaya Tak Putus Dirundung Malang oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dian yang Tak Kunjung Padam Anak Perawan Di Sarang Penyamun Di Bawah Lindungan Ka’bah oleh Hamka Tenggelamnya Kapal van der Wijck Tuan Direktur Di Dalam Lembah Kehidupan Nji Rawit Tjeti Penjual Orang oleh I Gusti Njoman Pandji Sutisna Sukreni Gadis Bali I Swasta Setahun di Bedahulu Pembalasan oleh Said Daeng Muntu Karena Kerendahan Hati Pahlawan Minahasa oleh Marius Ramis Dayoh Putra Budiman Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai Raja Pengarang Balai Pustaka oleh sebab banyaknya karya tulisnya pada masa tersebut. Pujangga Baru Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi. Karya Sastra Pujangga Baru Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana Tebaran Mega Belenggu oleh Armijn Pane Jiwa Berjiwa Gamelan Jiwa Jinak-jinak Merpati Kisah Antara Manusia Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah Buah Rindu Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane Puspa Mega Madah Kelana Sandhyakala ning Majapahit Kertajaya Tanah Air oleh Muhammad Yamin Indonesia Tumpah Darahku Ken Angrok dan Ken Dedes Kalau Dewi Tara Telah Berkata Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi Bebasari Kalau Tak Untung oleh Sariamin Pengaruh Keadaan Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng Angkatan ‘45 Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ‘45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik - idealistik. Karya Sastra Angkatan ‘45 Kerikil Tajam oleh Chairil Anwar Deru Campur Debu Tiga Menguak Takdir oleh Asrul Sani, Rivai Apin dan Chairil Anwar Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma oleh Idrus Aki Perempuan dan Kebangsaan Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer Keluarga Gerakan Mereka yang Dilumpuhkan Di Tepi Kali Bekasi Bukan Pasar Malamoleh Pramoedya Ananta Toer Cerita dari Bloraoleh Pramoedya Ananta Toer Tak Ada Esok oleh Mochtar Lubis Jalan Tak Ada Ujung Si Jamal Atheis oleh Achdiat Kartamihardja Katahati dan Perbuatan oleh Trisno Sumardjo Terjemahan Karya W.Shakespeare Lingkaran-lingkaran Retak oleh M.Balfas Suling oleh Utuy Tatang Sontani Tambera Angkatan 50-an Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan satrawan di Indonesia pada awal tahun 60; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G-30-S di Indonesia. Karya Sastra Angkatan 50-60-an N.H. Dini adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada akhir dekade 80-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Hujan Kepagian oleh Nugroho Notosusanto Tiga Kota Rasa Sayange Tahun-tahun Kematian oleh Ajip Rosidi Di Tengah Keluarga Sebuah Rumah Buat Hari Tua Pertemuan Kembali Cari Muatan Surat Cinta Enday Rasidin Simphoni oleh Subagio Sastrowardojo Balada Orang-orang Tercinta oleh W.S.Rendra Empat Kumpulan Sajak Ia Sudah Bertualang Laki-laki dan Mesiu oleh Trisnojuwono Angin Laut Di Medan Perang Robohnya Surau Kami oleh A.A.Navis Bianglala Hujan Panas Dua Dunia oleh N.H.Dini Hati yang Damai Suara oleh Toto Sudarto Bachtiar Etsa Priangan si Jelita oleh Ramadhan K.H Api dan Si Rangka Datang Malam oleh Bokor Hutasuhut Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang Dalam Sajak Wajah Tak Bernama Jalan Mutiara Pertempuran dan Salju di Paris dan banyak lagi karya sastra lainnya Angkatan 66-70-an Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dll pada masa angkatan ini di Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hurip dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B.Jassin. Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalah-pahaman; ia lahir mendahului jamannya. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Karya Sastra Angkatan ‘66 O - Amuk - Kapak - Laut Belum Pasang - Meditasi - Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur - Tergantung Pada Angin - Dukamu Abadi - Aquarium - Mata Pisau - Perahu Kertas - Sihir Hujan - Interlude - Parikesit - Seribu Kunang-kunang di Manhattan - Sri Sumarah dan Bawuk - Godlob - Adam Makrifat - Berhala - Telegram - Stasiun - Pabrik - Gres - Bom - Ziarah - Kering - Merahnya Merah - Koong - Tegak Lurus Dengan Langit - Aduh - Edan - Dag Dig Dug - Tengul - Sumur Tanpa Dasar - Kapai Kapai dan masih banyak lagi yang lainnya. Dasawarsa 80-an Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili Angkatan dekade 80-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Kurniawan Junaidi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80-an Antara lain adalah: Badai Pasti Berlalu - Cintaku di Kampus Biru - Sajak Sikat Gigi - Arjuna Mencari Cinta - Manusia Kamar - Karmila Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih "berat". Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000. Angkatan Dasawarsa 2000-an Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatar belakangi kisah novel fiksi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 2000-an Ayu Utami dengan karyanya Saman, sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di New York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir 20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung, lanjutan dari cerita Saman.

Periodesisasi Sastra

BAB IPENDAHULUAN.
Perkembangan SastraSudah sejak abad ke-19 ada hasil-hasil sastra berbahasa Melayu yang tidak ditulis oleh orang-orang yang berasal dari Kepulauan Riau atau Sumatra. Juga bahasa yang dipergunakannya akan sulit disebut sebagai bahasa Melayu yang murni atau bersih. Bahasa Melayu yang dipergunakan oleh para pengarang itu bukanlah bahasa Melayu Tinggi, melainkan bahasa Melayu rendah atau bahasa Melayu pasar.Sementara itu hasil-hasil sastra Melayu yang ditulis dalam bahasa Melayu Tinggi juga bukan main banyaknya.Kesusastraan Melayu termasuk kesusastraan yang kaya di Kepulauan Nusantara. Banyak hikayat-hikayat, syair-syair, pantun-pantun, dan karya-karya sastra lain yang indah-indah dan usianya sudah berabad-abad. Hikayat si Miskin, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Amir Hamzah, Syair Bidasari, Syair Ken Tambuhan, dan Sejarah Melayu ialah beberapa di antara karya-karya sastra klasik Melayu.Pengarang-pengarangnya pun tidak sedikit, terutama berasal dari lingkungan ulama dan kesultanan di Kepulauan Riau. Di antara yang paling termashur ialah Raja Ali Haji, Nurudin Ar-Raniri, Tun Sri Lanang, Hamzah Fansuri, Abdulah bin Abdulkadir Munsyi. Abdulah terkenal karena usaha-usahanya memperbaharui sastra Melayu. Yang dikisahkannya bukanklagi fantasi tentang raja-raja dan putrera-puteri yag cantik, melainkan kehidupan sehari-hari. Ia hidup pada paroh pertama abad ke-19 dan menghasilkan karya-karya yang sekarang telah menajdi klasik; antara lain Syair Singapura Terbakar (1830), Kisah Pelayaran Abdulah dari Singapura ke Kelantang (1838), Hikayat ABdulah bin abdullkadir Munsyi (1894), dan kIsah Pelayaran abdulah ke Negri Jiddah (1849).Perbedaan bangsa yang menjajah menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam pertumbuhan kebudyaan, cita-cita politik dan pola pikir suku-suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Meskipun demikian, penduduk wilayah-wilayah yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa penjajah merasakan nasib dan penderitaan yang sama, sehingga perhubungan antara penduduk daerah yang semula disebut "Nederlandsch Indie" (Hindia Belanda) semakin erat.Perasaan tak puas karena menjadi hamba di tanah air sendiri, menyebabkan timbulnya perlawanan berupa pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Memang mula-mula perlawanan-perlawanan itu bersifat sporadis, terpecah-pecah dan merupakan perlawanan suatu suku bangsa melawan orang asing. Namun saat itu yang dianggap orang "asing" itu bukan hanya kulit putih, meliankan juga semua suku bangsa lain yang berasall dari Nusanrtara juga. Hal itu memudahkan Belanda untuk mengadu domba dan politik devide et impera efektif sekali untuk mellumpuhkan perlawanan orang bumi putra terhadap penjajahan Belanda.Tapi, pada awal abad ke-20 mulailah para pemimpin dan pejuang kemerdekaan kita sadar akan kelemahan dirinya dan akan kekuatan lawannya. Maka berasal dari perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama hidup di bawah cengkraman penjajah yang satu, tumbuhlah kesadaran nasional. Api nsionalisme itu menghilangkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh karena perbedaan sejarah, lingkungan kebudyaan, bahasa, adat-istiadat, temperamen dan watak. Dalam menghadapi musuh bersama yang satu, yang diperhitungkan bukan perbedaan di antara suku-suku bangsa itu, melainkan persamaan-persamaannya. Kesadaran itulah yang kemudian pada tahun 1928 dirumuskan dalam sebuah sumpah bersama yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

BAB IIPEMBAHASANA.
Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia
Beberapa penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi) sejarah sastra Indonesia. Meskipun di antara para ahli dan sarjana itu ada persamaan-persamaan yang dalam membagi-bagi babakan waktu sejarah sastra Indnesia, kalau diteliti lebih lanjut akan tampak bahwa masing-masing periodisasi itu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mencolok baik istilah maupun konsepsinya.Dalam pembabakan ini digunaan istilah "periodisasi" dan bukan "angkatan" karena angkatan dalam sastra Indonesia telah menimbulkan berbagai kekacauan. Pembedaan antara periode yang satu dengan periode yang lain berdasarkan norma-norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi masing-masing zaman. Sedangkan pembedaan antara angkatan yang satu dengan yang lain sering ditekankan pada adanya perbedaan konsepsi masing-masing angkatan. Dalam satu periode mungkin saja kita menemukan aktivitas lebih dari satu golongan pengarang yang mempunyai konsepsi yang berbeda-beda; sedangkan munculnya periode baru tidak pula usah berarti munculnya angkatan baru dengan konsepsi yang baru. Perbedaan norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi suatu zaman mungkin menimbukan suasana baru dalam kehidupan sastra tanpa melahirkan suatu konsepsi sastra baru yang dirumuskan oleh seseorang atau sekelompok sastrawan.Menurut Ajip RosidiSecara garis besar Ajip Rosidi (1969: 13) membagi sejarah sastra Indonesia sebagai berikut.I. Masa Kelahiran atau Masa Kebangkitan yang mencakup kurun waktu 1900-1945 yang dapat dibagi lagi menjadi beberapa period, yaitu1. Period awal hingga 19332. Period 1933-19423. Period 1942-1945II. Masa Perkembangan (1945-1968) yang dapat dibagi-bagi menjadi beberapa period, yaitu1. Period 1945-19532. Period 1953-19613. Period 1961-1968(sekarang)Menurut Ajip, warna yang menonjol pada periode awal (1900-1933) adalah persoalan adat yang sedang menghadapi akulturasi sehingga menimbulkan berbagai problem bagi kelangsungan eksistensi masing-masing, sedangkan periode 1933-1942 diwarnai pencarian tempat di tengah pertarungan kebudayaan Timur dan Barat dengan pandangan romantis-idealis.Perubahan terjadi pada periode 1942-1945 atau masa pendudukan Jepang yang melahirkan warna pelarian, kegelisahan, dan peralihan, sedangkan warna perjuangan dan pernyataan diri di tengah kebudayaan dunia tampak pada periode 1945-1953 dan selanjutnya warna pencarian identitas diri dan sekaligus penilaian kembali terhadap warisan leluhur tampak menonjol pada periode 1953-1961. Pada periode 1961-1968 tampak menonjol warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan pengucapan sastra.Pantaslah dicatat pernyataan Ajip Rosidi dalam artikel “Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia” yang dimuat lagi dalam Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia (1973) bahwa pembabakan waktu sejarah sastra Indonesia itu relatif sangat pendek jangka waktunya antara satu periode dengan periode berikutnya karena sejarah sastra Indonesia sendiri masih pendek, yaitu baru kurang lebih setengah abad saja.Menurut Rachmat Djoko PradopoMenurut Rachmat Djoko Pradopo mengenai periodisasi sejarah sastra Indonesia adalah sebagai berikut :1. Periode Balai Pustaka: 1920-19402. Periode Pujangga Baru: 1930-19453. Periode Angkatan 45: 1940-19554. Periode Angkatan 50: 1950-1970, dan5. Periode Angkatan 70: 1965-sekarang (1984).Dijelaskan oleh Rachmat Djoko Pradopo (1995:18) bahwa adanya tahun-tahun yang bulat itu untuk mempermudah pengingatan dan pemahaman dalam studi sastra. Pada periode Balai Pustaka (1920)-1940) jenis sastra yang utama adalah roman dengan permasalahan adat kawin paksa dan permaduan, pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, berlatar daerah, pedesaan, atau kehidupan daerah, dan belum mempersoalkan cita-cita kebangsaan. Pada periode Pujangga Baru (1930-1945) sastra puisi sangat dominan dan mulai banyak ditulis cerita pendek (cerpen) dan drama yang pada umumnya beraliran romantik karena pengaruh Gerakan 80 di Belanda.Pada periode Angkatan 45 (1940-1955) berkembang puisi, cerpen, novel, dan drama dengan warna perang; hal itu berbeda dengan ciri periode Angkatan 50 (1950-1970) yang memperlihatkan kesadaran baru di kalangan sastrawan untuk memikirkan masalah-masalah kemasyarakatan dalam suasana kemerdekaan dan para sastrawan pun mulai membuat orientasi baru dengan menggarap bahan-bahan dari sastra dan kebudayaan Indonesia sendiri.Warna politik bergeser pada periode Angkatan 70 (1965-1984) dengan lebih banyak berkembang apa yang disebut sastra pop secara literer tidakmenunjukkan adanya perkembangan sastra.

BAB IIIPENUTUP.
KesimpulanBeberapa penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi) sejarah sastra Indonesia. Meskipun di antara para ahli dan sarjana itu ada persamaan-persamaan yang dalam membagi-bagi babakan waktu sejarah sastra Indnesia, kalau diteliti lebih lanjut akan tampak bahwa masing-masing periodisasi itu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mencolok baik istilah maupun konsepsinya.Dalam satu periode mungkin saja kita menemukan aktivitas lebih dari satu golongan pengarang yang mempunyai konsepsi yang berbeda-beda; sedangkan munculnya periode baru tidak pula usah berarti munculnya angkatan baru dengan konsepsi yang baru. Perbedaan norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi suatu zaman mungkin menimbukan suasana baru dalam kehidupan sastra tanpa melahirkan suatu konsepsi sastra baru yang dirumuskan oleh seseorang atau sekelompok sastrawan.

DAFTAR PUSTAKAYudiono K.S. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: GrasindoDari http://www.google.co.idDari http://www.wekipedia.comDari http://www.geocities.com/daudp65/

Periode 60-an

BAB IPENDAHULUAN
Pada periode 60-an sosial politik masih berpengaruh dan politiklah yang paling kuat sehingga para sastrawan pun banyak yang terjun pada organisasi politik, seperti Moh. Yamin, Pramudya Ananta Toer, Nugroho Notosusunto. Akibat kejadian tersebut maka mucul kotak-kotak politik, yang paling dominan adalah komunis dalam kebudayaannya adalah Lekra. Sejak tahun 1950-an dlaam dunia sastra Indonesia sudah terjadi pelbagai macam polemik yang berpangkal pada perbedaan politik. Polemik-polemik tersebut dilancarkan oleh orang-orang yang menganut paham realisme-sosialis (filsafat seni kaum komunis) yang mempertahankan semboyan “seni untuk rakyat”. Hal ini dimaksudkan untuk menghantam orang-orang tergabung dalam “seniman gelanggang merdeka” yang berpaham “humanisme universal” yang mempertahankan semboyan “seni untuk seni”. Situasi sastra periode 60-an agak menurun akibat ketidakstabilan sosial budaya. Perkembangan dan pertumbuhan sastra periode 60-an ini masih diselimuti adanya konfilk-konflik politik. Sastra periode 60-an dapat dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan kurun waktu, yaitu: 1960 - 1965 dan 1965 - 1970. Pada tahun 1960 - 1965 ini tergolong masa Orde Lama (ORLA) dan terpengaruh oleh Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Saat ini Lekra mendapat perhatian dari pemerintah ORLA dan mendesak berkembangnya berbagai ide atau konsep di bidang sastra yang mengarah pada paham “seni untuk rakyat”.Sedangkan tahun 1965 - 1970 tergolong Orde Baru (ORBA) dan terpengaruh adanya Manifest Kebudayaan. Pada masa ini muncullah konsep-konsep yang tertuang dalam Manifest Kebudayaan dan keberadaannya memengaruhi karya sastra. Keberadaan karya sastra Manifest Kebudayaan ini dikuatkan dengan diterbitkannya majalah Horison (juli 1966), majalah Sastra (Agustus 1968). Pada tahun 1963 majalah sastra dilarang terbit oleh Lekra dan berhasil terbit lagi tahun 1968, namun pertengahan tahun 1970-an majalah sastra berhenti terbit karena kasus cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Panis Kusmin. Kedua majalah sastra ini merupakan media sastra dan kebudayaan para pengarang yang mendukung Manifest Kebudayaan.Situasi tahun 60-an ini memengaruhi penerbitan terutama masalah dana maka pada periode ini muncul tau terbit novel-novel populer dan berkembang sampai dengan tahun 70-an. Di sisi lain juga bermunculan pengarang-pengarang baru.

BAB IIPEMBAHASANA.
Sejarah Munculnya Angkatan ‘66Pada periode 60-an muncul adanya angkatan, yaitu angkatan ‘66. Lahirnya angkatan ‘66 ini didahului adanya kemelut dalam segala bidang kehidupan di Indonesia yang disebabkan ulah teror politik yang dilakukan PKI dan ormas-ormas yang bernaung dibawahnya. Angkatan ‘66 mempunyai cita-cita ingin adanya pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide-ide yang terkandung di dalam Manifest Kebudayaan. Tumbuhnya angaktan ‘66 sejalan dengan tumbuhnya aksi-aksi sosial politik di awal angkatan ‘66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura.Munculnya nama angkatan ‘66 telah diumumkan oleh H.B. Jassin dalam majalah Horison nomor 2 tahun 1966. Pada tulisan tersebut dikatakan bahwa angkatan ‘66 lahir setelah ditumpasnya pengkhianatan G.30S/PKI. Penamaan angkatan ‘66 ini pun mengalami adu pendapat. Sebelum nama angkatan ‘66 diresmikan, ada yang memberi nama angkatan Manitest Kebudayaan (MANIKEBU). Alasan penamaan ini karena Manifest Kebudayaan yang telah dicetuskan pada tahun 1963 itu pernyataan tegas perumusan perlawanan terhadap penyelewengan Pancasila dan perusakan kebudayaan oleh Lekra/PKI. Beberapa sastrawan merasa keberatan dengan nama angkata manikebu. Mereka berpandangan bahwa sastrawan yang tidak ikut menandatangani atau mendukung Manifest Kebudayaan akan merasa tidak tercaku di dalamnya, meskipun hasil ciptaannya menunjukkan ketegasan dalam menolak ideologi yang dibawa oleh PKI dalam lapangan politik dan kebudayaan.Istilah angkatan ‘66 yang dikemukakan oleh H.B. Jassin melalui antologinya mendapat beberapa tanggapan dari berbagai pihak pengarang, diantaranya adalah Ajib Rosidi. Ajib menganggap bahwa penamaan dan pengajuan tesis mengenai angkatan ‘66 itu kurang dapat dipertanggungjawabkan. H.B. Jasssin sendiri berpendapat bahwa angkatan ‘66 ini sejalan dengan tumbuhnya aksi-aksi sosial politik di awal angkatan ‘66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura. H.B. Jassin merumuskan bahwa sastra angkatan ‘66 adalah sastra yang diwarnai oleh protes dan perjuangan menegakkan keadilan berdasarkan kemanusiaan. Berdasarkan teori tersebut H.B. Jassin berpendapat bahwa tahun 1966 merupakan tahun lahirnya suatu generasi dan konsep baru dalam sastra yang kemudian disebutnya dengan nama angkatan ‘66.Ajib Rosidi melihat bahwa teori Jassin tidak konsisten, terutama dalam menunjukkan sastrawan-sastrawan yang dianggap mewakili angkatan ‘66. A.A. Navis contohnya ia disebutkan sebagai pengarang angkatan ‘66, namun sastrawan ini muncul sejak tahun 1950-an. Hal ini sebagai dasar Ajib Rosidi dalam menanggapi pendapat H.B. Jassin. Ia tidak melihat teori Jassin ini dapat diterapkan untuk menyebut lahirnya angkatan ‘66. Masyarakat sastra pada umumnya sudah terlanjur menerima pernyataan H.B. Jassin sehingga dalam ilmu sastra pun terdapat penamaan angkatan ‘66.Pada saat menjelang tahun 1970-an sastra perotes sudah tidak bergema lagi seperti awal tahun 1960-1966. Sastra protes tersebut tercermin pada kumpulan sajak Taufik Ismail, yaitu: Tirani dan Benteng. Awal tahun 70-an mulai berkembang sastra populer dan bermunculan majalah hiburan, majalah wanita, majalah profesi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gema angkatan ‘66 tidak dimulai pada tahun 1966 tetapi pada tahun 1966 justru angkatan ‘66 mulai berakhir.Uraian di atas telah jelas dijelaskan bahwa keadaan sastra dipengaruhi oleh situasi pada saat itu. Meskipun keadaan sosial budaya dan politik tidak stabil, namun sastra angkatan ‘66 ini mengalami pertumbuhan yang cukup pesat terutama pada genre prosa.Faktor-faktor penyebab pertumbuhan sastra cukup pesat, antara lain:1. Adanya taman Ismail Marzuki2. Didirikannya penerbit Pustaka Jaya3. Adanya maecenas yang stabil. Maecenas adalah sebagai pelindung seni dan kebudayaan4. Pemerintah DKI menyelenggarakan lomba menulis roman, naskah drama yang bisa merangsang pengarang sehingga muncul kegiatan seni budayaB. Karakteristik Angkatan ‘661. Muncul adanya angkatan yaitu angkatan ‘662. Karya yang dihasilkan bermacam-macam ide dan warna. Contohnya: warna lokal yang terdapat pada Ronggeng Dukuh Paruk karya Achmad Thohari3. Tema yang diangkat banyak mengenai masalah kegelisahan batin dan rumah tangga. Kegelisahan tersebut bersumber pada siutasi budaya belum mapan dan situasi-situasi tersebut karena adanya norma politik dan norma ekonomi.4. Adanya sastra protes, contoh: kumpulan sajak Tirani dan Benteng karya Taufik Ismail5. Arti penting sajak angkatan ‘66 pertama-tama bukanlah sebagai seni, tetapi merupakan curahan hati khas anak-anak muda yang mengalami kelegaan perasaan setelah masa penindasan.C. Para Pengarang dan Hasil KarnyanyaSeperti telah diuraikan di atas, periode 60-an ini telah mulai bermunculan para pengarang baru, namun para pengarang lama pun masih tetap aktif berkarya. Untuk lebih jelas, simak penjabaran di bawah ini:1. Taufik Ismaila. Tirani (kumpulan sajak, 1966)b. Benteng (kumpulan sajak, 1966)c. Buku Tamu Museum Perjuangan (kumpulan sajak, 1969)2. Bus Rasiantoa. Mereka telah Bangkit (kumpulan sajak, 1966)b. Bumi yang Berpeluh (kumpulan cerpen, 1963)c. Mereka Akari Bangkit (kumpulan cerpen, 1963)d. Sang Ayah (novel, 1969)e. Manusia Tanah Air (novel, 1969)3. Mansur Samina. Perlawanan (kumpulan sajak, 1966)b. Kebinasaan Negeri Senja (drama, 1968)c. Tanah Air (kumpulan sajak, 1985)4. Arifin C. Noera. Lampu Neon (drama, 1960)b. Puisi-puisi yang Kehilangan Puisi (kumpulan sajak, 1967)c. Kapai-kapai (drama, 1970)5. Satyagraha Hoeripa. Rahasia Kehidupan Manusia (roman, terjemahan dari Leo Tolstay, 1964)b. Ontologi Persoalan-persoalan Sastra (1969)6. Sapardi Djoko Damonoa. Dukamu Abadi (kumpulan sajak, 1969)b. Matahari Pagi di Tanah Air (puisi)c. Doa di Tengah-tengah Masa (puisi)d. Sajak Orang Gila7. Slamet Kirmantoa. Jaket Kuning (kumpulan sajak, 1967)b. Kidung Putih (kumpulan sajak, 1967)8. H.B. Jassina. Angkatan ‘66, Prosa dan Puisi (1968)9. Bastari Asnina. Di Tengah Padang (kumpulan cerpen)b. Laki-laki Berkuda (kumpulan cerpen)Para pengarang wanita angkatan ‘66 antara lain:1. Isma Sawitria. Terima Kasihb. Tiga Serangkaic. Pantai Utara2. Siti Saida. Perjuangan dan Hati perempuan (kumpulan cerpen)3. Etis Basimoa. Rumah Dara (cerpen)b. Laki-laki dan Cinta (cerpen)4. Enny Sumargoa. Sekeping Hati Perempuan (novel)Selain para pengarang tersebut di atas masih banyak lagi para sastrawan angkatan ‘66 yang tidak disebutkan di atas.D. Problematika1. Sajak, cerpen, essai yang menyanyikan kemenangan perjuangang yang ditulis oleh Lekra2. Karya sastra yang dihasilkan yang tergabung dalam Manifest Kebudayaan yang ingin membela martabat manusia yakni ingim membela kebebasan manusia yang diinjak-injak oleh tirani mental dan fisik. Perjuangan antara dua kelompok tersebut akhirnya dimenangkan oleh kelompok Manifest Kebudayaan setelah terjadi G.30 S/PKI ditumpas oleh Orde Baru.E. Peristiwa Budaya1. Pelemik tentang tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.Dalam sebuah artikel harian bintang timur, 7 September 1962, pengarang Abdullah SP, mengucapkan bahwa Hamka sangat mirip dengan pujangga Mesir Al Manfaluthi, gaya bahasanya, jalan pikirannya, dan perasaannya. Tenggelamnya kapal Van Der Wijck karya Hamka sangat mirip dengan Magdaline karya Manfaluthi. Namun Adanan H menyatakan bahwa Abdullah SP telah melakukan tuduhan sembrorno. Sebagai bukti kecerobohan Abdullah SP, Adnan H memberikan tuduhan kalimat sebagai berikut:Kalimat Manfaluthi Kalimat HamkaApakah artinya harta ini tempatku setelah kau hilang dari padaku, Stevens? Ke mana lagi langit bernaung, setelah hilang dari padaku Zainuddin?Jassin juga membuat kesimpulan bahwa pada Hamka ada pengaruh Al Manfaluthi. Ada garis-garis persamaan tema, plot, dan buah pikiran. Tapi Hamka menimba dari sumber pengalaman dan inspirasinya sendiri.2. Heboh sastra 1968 tentang Langit Makin MendungSesuai dengan teori otonomi seni yang di dalamnya terdapat paham yang berbunyi “seni untuk seni”, seni tidak perlu mengabdi kepada apapun di luar dirinya dan seni tidak boleh dinilai dengan ukuran-ukuran baku yang bersifat estetik seperti ukuran moral, agama dan lain sebagainya. Maka HB. Jassin memuat cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Paji Kusuma dalam majalahnya.Hal ini banyak menuai protes dan hujatan dari semua umat Islam dan ulama pada waktu itu, karena cerpen Langit Makin Mendung dinilai telah menghina Tuhan dan nabi Muhammad SAW, sehingga pada tanggal 12 Oktober 1968 Kejaksaan Tinggi Medan melarang kritik cerpen tersebut diterbitkan. Namun penghentian itu menimbulkan kritik dari para seniman yang ada di Medan dan Jakarta.3. Heboh hadiah sastraHadiah yang diberikan H.B. Jassin kepada pengarang terbaik dalam majalahnya, Horison. Hal ini pertama kalinya ada dalam sejarah sastra Indonesia, yang mana pengarang mendapat hadiah itu adalah Motinggo Busye.4. Munculnya sastra majalahPada periode 60-an muncul adanya sastra majalah atau majalah yang memuat karya-karya sastra seperti Horison dan Basis. Ini terjadi karena majalah adalah media baca yang paling diminati saat itu, sehingga para pengarang mencoba menarik simpati masyarakat terhadap karya sastra melalui majalah.

BAB IIIPENUTUPA.
KesimpulanMunculnya nama angkatan ‘66 telah diumumkan oleh H.B. Jassin dalam majalah Horison nomor 2 tahun 1966. Pada tulisan tersebut dikatakan bahwa angkatan ‘66 lahir setelah ditumpasnya pengkhianatan G.30S/PKI. Penamaan angkatan ‘66 ini pun mengalami adu pendapat. Sebelum nama angkatan ‘66 diresmikan, ada yang memberi nama angkatan Manitest Kebudayaan (MANIKEBU). Alasan penamaan ini karena Manifest Kebudayaan yang telah dicetuskan pada tahun 1963 itu pernyataan tegas perumusan perlawanan terhadap penyelewengan Pancasila dan perusakan kebudayaan oleh Lekra/PKI.Daftar RujukanYandianto.2004. Apresiasi Karya Sastra dan Pujangga Indonesia. Bandung : CV. M2SYudiono K.S. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: GrasindoDari http://www.google.co.id

Sabtu, 17 Oktober 2009


Lost for words...


Teruja – sanjung puji,

Terucap tak henti – dalam hatiTertawa...

Menangis...Terisak...Gelisah – akankah?Tanya desak – Mengapa?Salah?...

Takut...Rindu menggebu tak tertuju...

Gundah...Lelah...Khawatir...Asa bergulir – putus, dan kembali mengalir..

.dan kemudian getir...

lalu senyum tersungging, dan semua berakhir...


03 August '09

BINGUNG


ku berlari...Diam....Terbangun....

MeNgejar hari....

Wooooiii....!!!

TrIakaN ku membangunkan sunyi!!!

Aaaahhhhh...

Telah lelah tetap tak bertemu...

Dimana???Kapan??Kemana???

Akhirnya aku tertidur....Dalam ketidakpastian...Dalam kebingungan...

Jumat, 16 Oktober 2009


V : ..tidak suka menghakimi pasangan dan soal cinta

E : ..memiliki mata yang cantik

M : ..membuat pacaran lebih menarik

Y : ..disukai oleh sesiapa saja

A : ..seorang yang gila-gila

D : ..kekasih yang terbaik pernah dimiliki oleh siapapun

I : ..manis dan romatis

S : ..membuat orang tertawa

S : ..membuat orang tertawa

A : ..seorang yang gila-gila.


S : ..membuat orang tertawa

Gelisah


Dedaunan berbisikAngin mati mengumpat sejadinyaIlalang hanya menggeleng sesukanyaDan tak ada jawab untuk embun pagiTak ada hujan atau gerimis – hanya awan hitamBerarak ke selatan lalu utara – bergantian Seolah tak tentu akan arah tertujuDan kembali pepohonan terjagaMencoba menerka sekitarnya



satu catatan singkat u/ mngatakan bahwa aq lebih mncintaimu sekarang drpd hari ketka kau mnyatakannya. Kini kebaikan dan ksabaranmu lebih cemerlang dimataq drpd saat kita mengikat janji. Dan dengan berlalunya setiap hari' bulan' dan tahun, cinta ini makin bertambah..Aku sungguh berharap kau mau memaafkan atas kelakuanku yang "agak" keterlaluan,,aku sering mamaksakan khendakqu dan slalu mmbuatmu kesal..Jgn pernah berhenti u/ slalu sabar mnghadapiqu,,jgn pernah berhnti mencintai dan mnyayangi aku...