Minggu, 18 Oktober 2009


Sastra Indonesia


Sastra adalah karya seni dengan menggunakan tutur bahasa dengan susunan kata yang menarik sehingga menggugah rasa keindahan, rasa kemanusiaan dan budi pekerti. Secara metode penyampaian maka Sastra Indonesia terbagi atas 2 bagian besar yaitu : 1. Sastra Lisan 2. Sastra Tulisan Secara urutan waktu maka Sastra Indonesia terbagi atas beberapa Angkatan : Pujangga Lama Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad 20. Pada masa ini karya satra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat Karya Sastra Pujangga Lama Sejarah Melayu Hikayat Abdullah - Hikayat Andaken Penurat - Hikayat Bayan Budiman - Hikayat Djahidin - Hikayat Hang Tuah - Hikayat Kadirun - Hikayat Kalila dan Damina - Hikayat Masydulhak - Hikayat Pandja Tanderan - Hikayat Putri Djohar Manikam - Hikayat Tjendera Hasan - - Tsahibul Hikayat Syair Bidasari - Syair Ken Tambuhan - Syair Raja Mambang Jauhari - Syair Raja Siak dan berbagai Sejarah, Hikayat, dan Syair lainnya Sastra "Melayu Lama" Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah sumatera lainnya", Cina dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Karya Sastra "Melayu Lama" Robinson Crusoe (terjemahan) Lawan-lawan Merah Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan) Graaf de Monte Cristo (terjemahan) Kapten Flamberger (terjemahan) Rocambole (terjemahan) Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo) Bunga Rampai oleh A.F van Dewall Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo) Cerita Nyi Paina Cerita Nyai Sarikem Cerita Nyonya Kong Hong Nio Nona Leonie Warna Sari Melayu oleh Kat S.J Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan Cerita Rossina Nyai Isah oleh F. Wiggers Drama Raden Bei Surioretno Syair Java Bank Dirampok Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen Tambahsia Busono oleh R.M.Tirtiadisuryo Nyai Permana Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo) dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya Angkatan Balai Pustaka Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 - 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura. Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka Azab dan Sengsara Seorang Gadis oleh Merari Siregar Binasa oleh Gadis Priangan Cinta dan Hawa Nafsu Siti Nurbaya oleh Marah Rusli La Hami Anak dan Kemenakan Apa Dayaku Karena Aku Seorang Perempuan oleh Nur Sutan Iskandar Karena Mertua Hulubalang Raja Katak Hendak Menjadi Lembu Salah Asuhan oleh Abdul Muis Pertemuan Jodoh Surapati Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati Tak Disangka Tak Membalas Guna Memutuskan Pertalian Menebus Dosa oleh Aman Datuk Madjoindo Si Cebol Rindukan Bulan Sampaikan Salamku Kepadanya Kasih Tak Terlarai oleh Suman Hasibuan Mencahari Pencuri Anak Perawan Percobaan Setia Darah Muda oleh Adinegoro Asmara Jaya Tak Putus Dirundung Malang oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dian yang Tak Kunjung Padam Anak Perawan Di Sarang Penyamun Di Bawah Lindungan Ka’bah oleh Hamka Tenggelamnya Kapal van der Wijck Tuan Direktur Di Dalam Lembah Kehidupan Nji Rawit Tjeti Penjual Orang oleh I Gusti Njoman Pandji Sutisna Sukreni Gadis Bali I Swasta Setahun di Bedahulu Pembalasan oleh Said Daeng Muntu Karena Kerendahan Hati Pahlawan Minahasa oleh Marius Ramis Dayoh Putra Budiman Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai Raja Pengarang Balai Pustaka oleh sebab banyaknya karya tulisnya pada masa tersebut. Pujangga Baru Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia. Pada masa itu, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi. Karya Sastra Pujangga Baru Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana Tebaran Mega Belenggu oleh Armijn Pane Jiwa Berjiwa Gamelan Jiwa Jinak-jinak Merpati Kisah Antara Manusia Nyanyian Sunyi oleh Tengku Amir Hamzah Buah Rindu Pancaran Cinta oleh Sanusi Pane Puspa Mega Madah Kelana Sandhyakala ning Majapahit Kertajaya Tanah Air oleh Muhammad Yamin Indonesia Tumpah Darahku Ken Angrok dan Ken Dedes Kalau Dewi Tara Telah Berkata Percikan Permenungan oleh Rustam Effendi Bebasari Kalau Tak Untung oleh Sariamin Pengaruh Keadaan Rindu Dendam oleh J.E.Tatengkeng Angkatan ‘45 Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ‘45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik - idealistik. Karya Sastra Angkatan ‘45 Kerikil Tajam oleh Chairil Anwar Deru Campur Debu Tiga Menguak Takdir oleh Asrul Sani, Rivai Apin dan Chairil Anwar Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma oleh Idrus Aki Perempuan dan Kebangsaan Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer Keluarga Gerakan Mereka yang Dilumpuhkan Di Tepi Kali Bekasi Bukan Pasar Malamoleh Pramoedya Ananta Toer Cerita dari Bloraoleh Pramoedya Ananta Toer Tak Ada Esok oleh Mochtar Lubis Jalan Tak Ada Ujung Si Jamal Atheis oleh Achdiat Kartamihardja Katahati dan Perbuatan oleh Trisno Sumardjo Terjemahan Karya W.Shakespeare Lingkaran-lingkaran Retak oleh M.Balfas Suling oleh Utuy Tatang Sontani Tambera Angkatan 50-an Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan satrawan di Indonesia pada awal tahun 60; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G-30-S di Indonesia. Karya Sastra Angkatan 50-60-an N.H. Dini adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada akhir dekade 80-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Hujan Kepagian oleh Nugroho Notosusanto Tiga Kota Rasa Sayange Tahun-tahun Kematian oleh Ajip Rosidi Di Tengah Keluarga Sebuah Rumah Buat Hari Tua Pertemuan Kembali Cari Muatan Surat Cinta Enday Rasidin Simphoni oleh Subagio Sastrowardojo Balada Orang-orang Tercinta oleh W.S.Rendra Empat Kumpulan Sajak Ia Sudah Bertualang Laki-laki dan Mesiu oleh Trisnojuwono Angin Laut Di Medan Perang Robohnya Surau Kami oleh A.A.Navis Bianglala Hujan Panas Dua Dunia oleh N.H.Dini Hati yang Damai Suara oleh Toto Sudarto Bachtiar Etsa Priangan si Jelita oleh Ramadhan K.H Api dan Si Rangka Datang Malam oleh Bokor Hutasuhut Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang Dalam Sajak Wajah Tak Bernama Jalan Mutiara Pertempuran dan Salju di Paris dan banyak lagi karya sastra lainnya Angkatan 66-70-an Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dll pada masa angkatan ini di Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hurip dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B.Jassin. Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalah-pahaman; ia lahir mendahului jamannya. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Karya Sastra Angkatan ‘66 O - Amuk - Kapak - Laut Belum Pasang - Meditasi - Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur - Tergantung Pada Angin - Dukamu Abadi - Aquarium - Mata Pisau - Perahu Kertas - Sihir Hujan - Interlude - Parikesit - Seribu Kunang-kunang di Manhattan - Sri Sumarah dan Bawuk - Godlob - Adam Makrifat - Berhala - Telegram - Stasiun - Pabrik - Gres - Bom - Ziarah - Kering - Merahnya Merah - Koong - Tegak Lurus Dengan Langit - Aduh - Edan - Dag Dig Dug - Tengul - Sumur Tanpa Dasar - Kapai Kapai dan masih banyak lagi yang lainnya. Dasawarsa 80-an Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa sastrawan yang dapat mewakili Angkatan dekade 80-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Kurniawan Junaidi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80-an Antara lain adalah: Badai Pasti Berlalu - Cintaku di Kampus Biru - Sajak Sikat Gigi - Arjuna Mencari Cinta - Manusia Kamar - Karmila Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih "berat". Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000. Angkatan Dasawarsa 2000-an Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatar belakangi kisah novel fiksi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 2000-an Ayu Utami dengan karyanya Saman, sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di New York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir 20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung, lanjutan dari cerita Saman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar